Thursday, June 23, 2011

Keutamaan Baca Surat Al-Kahfi di Hari Jum'at

Alhamdulillah, segala puji bagi Allah. Shalawat dan salam semoga terlimpah kepada Rasulullah, keluarga dan para sahabatnya.

Hari Jum’at merupakan hari yang mulia. Bukti kemuliaannya, Allah mentakdirkan beberapa kejadian besar pada hari tersebut. Dan juga ada beberapa amal ibadah yang dikhususkan pada malam dan siang harinya, khususnya pelaksanaan shalat Jum’at berikut amal-amal yang mengiringinya.

Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda,

إِنَّ مِنْ أَفْضَلِ أَيَّامِكُمْ يَوْمَ الْجُمُعَةِ فِيهِ خُلِقَ آدَمُ وَفِيهِ قُبِضَ وَفِيهِ النَّفْخَةُ وَفِيهِ الصَّعْقَةُ

"Sesungguhnya di antara hari kalian yang paling afdhal adalah hari Jum'at. Pada hari itu Adam diciptakan dan diwafatkan, dan pada hari itu juga ditiup sangkakala dan akan terjadi kematian seluruh makhluk. . . . " (HR. Abu Dawud, an Nasai, Ibnu Majah, Ahmad, dan al Hakim dari hadits Aus bin Aus)

Amal Khusus di Hari Jum'at

Pada dasarnya, tidak dibolehkan menghususkan ibadah tertentu pada malam Jum’at dan siang harinya, berupa shalat, tilawah, puasa dan amal lainnya yang tidak biasa dikerjakan pada hari-hari selainnya. Kecuali, ada dalil khusus yang memerintahkannya. Hal ini berdasarkan hadits dari Abu Hurairah radliyallaahu 'anhu, bahwa Nabi shallallaahu 'alaihi wasallam bersabda;

لَا تَخُصُّوا لَيْلَةَ الْجُمُعَةِ بِقِيَامٍ مِنْ بَيْنِ اللَّيَالِي ، وَلَا تَخُصُّوا يَوْمَ الْجُمُعَةِ بِصِيَامٍ مِنْ بَيْنِ الْأَيَّامِ ، إلَّا أَنْ يَكُونَ فِي صَوْمٍ يَصُومُهُ أَحَدُكُمْ

“Janganlah menghususkan malam Jum’at untuk mengerjakan shalat dari malam-malam lainnya, dan janganlah menghususkan siang hari Jum’at untuk mengerjakan puasa dari hari-hari lainnya, kecuali bertepatan dengan puasa yang biasa dilakukan oleh salah seorang kalian.” (HR. Muslim, al-Nasai, al-Baihaqi, dan Ahmad)

Membaca Surat Al-Kahfi

Salah satu amal ibadah khusus yang diistimewakan pelakasanaannya pada hari Jum’at adalah membaca surat Al-Kahfi. Berikut ini kami sebutkan beberapa dalil shahih yang menyebutkan perintah tersebut dan keutamaannya.

1. Dari Abu Sa'id al-Khudri radliyallahu 'anhu, dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:

مَنْ َقَرَأَ سُوْرَةَ الْكَهْفِ لَيْلَةَ الْجُمْعَةِ أَضَاءَ لَهُ مِنَ النُّوْرِ فِيْمَا بَيْنَهُ وَبَيْنَ الْبَيْتِ الْعَتِيْقِ

"Barangsiapa membaca surat al-Kahfi pada malam Jum’at, maka dipancarkan cahaya untuknya sejauh antara dirinya dia dan Baitul 'atiq." (Sunan Ad-Darimi, no. 3273. Juga diriwayatkan al-Nasai dan Al-Hakim serta dishahihkan oleh Al-Albani dalam Shahih al-Targhib wa al-Tarhib, no. 736)

2. Dalam riwayat lain masih dari Abu Sa’id al-Khudri radhiyallahu 'anhu,

مَنْ قَرَأَ سُوْرَةَ الْكَهْفِ فِي يَوْمِ الْجُمْعَةِ أَضَآءَ لَهُ مِنَ النُّوْرِ مَا بَيْنَ الْجُمْعَتَيْنِ

"Barangsiapa membaca surat Al-Kahfi pada hari Jum’at, maka akan dipancarkan cahaya untuknya di antara dua Jum'at." (HR. Al-Hakim: 2/368 dan Al-Baihaqi: 3/249. Ibnul Hajar mengomentari hadits ini dalam Takhrij al-Adzkar, “Hadits hasan.” Beliau menyatakan bahwa hadits ini adalah hadits paling kuat tentang surat Al-Kahfi. Syaikh Al-Albani menshahihkannya dalam Shahih al-Jami’, no. 6470)

3. Dari Ibnu Umar radhiyallahu 'anhuma, berkata: Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda,

مَنْ قَرَأَ سُوْرَةَ الْكَهْفِ فِي يَوْمِ الْجُمْعَةِ سَطَعَ لَهُ نُوْرٌ مِنْ تَحْتِ قَدَمِهِ إِلَى عَنَانِ السَّمَاءَ يُضِيْءُ لَهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَغُفِرَ لَهُ مَا بَيْنَ الْجُمْعَتَيْنِ

“Siapa yang membaca surat Al-Kahfi pada hari Jum’at, maka akan memancar cahaya dari bawah kakinya sampai ke langit, akan meneranginya kelak pada hari kiamat, dan diampuni dosanya antara dua jumat.”

Al-Mundziri berkata: hadits ini diriwayatkan oleh Abu Bakr bin Mardawaih dalam tafsirnya dengan isnad yang tidak apa-apa. (Dari kitab at-Targhib wa al- Tarhib: 1/298)”

Kapan Membacanya?

Sunnah membaca surat Al-Kahfi pada malam Jum’at atau pada hari Jum’atnya. Dan malam Jum’at diawali sejak terbenamnya matahari pada hari Kamis. Kesempatan ini berakhir sampai terbenamnya matahari pada hari Jum’atnya. Dari sini dapat disimpulkan bahwa kesempatan membaca surat Al-Kahfi adalah sejak terbenamnya matahari pada hari Kamis sore sampai terbenamnya matahari pada hari Jum’at.

Imam Al-Syafi'i rahimahullah dalam Al-Umm menyatakan bahwa membaca surat al-Kahfi bisa dilakukan pada malam Jum'at dan siangnya berdasarkan riwayat tentangnya. (Al-Umm, Imam al-Syafi'i: 1/237).

Mengenai hal ini, al-Hafidzh Ibnul Hajar rahimahullaah mengungkapkan dalam Amali-nya: Demikian riwayat-riwayat yang ada menggunakan kata “hari” atau “malam” Jum’at. Maka dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud “hari” temasuk malamnya. Demikian pula sebaliknya, “malam” adalah malam jum’at dan siangnya. (Lihat: Faidh al-Qadir: 6/199).

DR Muhammad Bakar Isma’il dalam Al-Fiqh al Wadhih min al Kitab wa al Sunnah menyebutkan bahwa di antara amalan yang dianjurkan untuk dikerjakan pada malam dan hari Jum’at adalah membaca surat al-Kahfi berdasarkan hadits di atas. (Al-Fiqhul Wadhih minal Kitab was Sunnah, hal 241).

Kesempatan membaca surat Al-Kahfi adalah sejak terbenamnya matahari pada hari Kamis sore sampai terbenamnya matahari pada hari Jum’at.

Keutamaan Membaca Surat Al-Kahfi di Hari Jum’at

Dari beberapa riwayat di atas, bahwa ganjaran yang disiapkan bagi orang yang membaca surat Al-Kahfi pada malam Jum’at atau pada siang harinya akan diberikan cahaya (disinari). Dan cahaya ini diberikan pada hari kiamat, yang memanjang dari bawah kedua telapak kakinya sampai ke langit. Dan hal ini menunjukkan panjangnya jarak cahaya yang diberikan kepadanya, sebagaimana firman Allah Ta’ala:

يَوْمَ تَرَى الْمُؤْمِنِينَ وَالْمُؤْمِنَاتِ يَسْعَى نُورُهُمْ بَيْنَ أَيْدِيهِمْ وَبِأَيْمَانِهِمْ

“Pada hari ketika kamu melihat orang mukmin laki-laki dan perempuan, sedang cahaya mereka bersinar di hadapan dan di sebelah kanan mereka.” (QS. Al-Hadid: 12)

Balasan kedua bagi orang yang membaca surat Al-Kahfi pada hari Jum’at berupa ampunan dosa antara dua Jum’at. Dan boleh jadi inilah maksud dari disinari di antara dua Jum’at. Karena nurr (cahaya) ketaatan akan menghapuskan kegelapan maksiat, seperti firman Allah Ta’ala:

إن الحسنات يُذْهِبْن السيئات

“Sesungguhnya perbuatan-perbuatan yang baik itu menghapuskan (dosa) perbuatan-perbuatan yang buruk.” (QS. Huud: 114)

Surat Al-Kahfi dan Fitnah Dajjal

Manfaat lain surat Al-Kahfi yang telah dijelaskan Nabi shallallahu 'alaihi wasallam adalah untuk menangkal fitnah Dajjal. Yaitu dengan membaca dan menghafal beberapa ayat dari surat Al-Kahfi. Sebagian riwayat menerangkan sepuluh yang pertama, sebagian keterangan lagi sepuluh ayat terakhir.

Imam Muslim meriwayatkan dari hadits al-Nawas bin Sam’an yang cukup panjang, yang di dalam riwayat tersebut Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda, “Maka barangsiapa di antara kamu yang mendapatinya (mendapati zaman Dajjal) hendaknya ia membacakan atasnya ayat-ayat permulaan surat al-Kahfi.”

Dalam riwayat Muslim yang lain, dari Abu Darda’ radhiyallahu 'anhu, bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda, “Barangsiapa yang membaca sepuluh ayat dari permulaan surat al-Kahfi, maka ia dilindungi dari Dajjal.” Yakni dari huru-haranya.

Imam Muslim berkata, Syu’bah berkata, “Dari bagian akhir surat al-Kahfi.” Dan Hammam berkata, “Dari permulaan surat al-Kahfi.” (Shahih Muslim, Kitab Shalah al-Mufassirin, Bab; Fadhlu Surah al-Kahfi wa Aayah al-Kursi: 6/92-93)

Imam Nawawi berkata, “Sebabnya, karena pada awal-awal surat al-Kahfi itu tedapat/ berisi keajaiban-keajaiban dan tanda-tanda kebesaran Allah. Maka orang yang merenungkan tidak akan tertipu dengan fitnah Dajjal. Demikian juga pada akhirnya, yaitu firman Allah:

أَفَحَسِبَ الَّذِينَ كَفَرُوا أَنْ يَتَّخِذُوا عِبَادِي مِنْ دُونِي أَوْلِيَاءَ

“Maka apakah orang-orang kafir menyangka bahwa mereka (dapat) mengambil hamba-hamba-Ku menjadi penolong selain Aku? . . .” QS. Al-Kahfi: 102. (Lihat Syarah Muslim milik Imam Nawawi: 6/93)

Dakwah Kepada Allah; Antara Sebab dan Akibat

Segala puji bagi Allah, salawat dan salam atas Rasulullah saw beserta keluarga dan para sahabatnya serta orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik hingga hari pembalasan… selanjutnya:

Tidak ada keraguan tentunya bahwa dakwah kepada Allah SWT dalam semua dimensinya harus berjalan sesuai dengan aturan utama yang bersumber dari Al-Qur’an dan sunnah Rasulullah saw, dan Allah SWT telah memberikan takhlif kepada kita untuk menunaikan dakwah ini, sebagaimana telah menyerahkan tanggung jawab penting kepada kita, bahkan secara tegas Allah SWT menekankan bahwa semua makhluk tidak diberikan beban kecuali sesuai dengan kesanggupan dan kemampuannya, karena itu, dakwah kepada Allah dalam berbagai dimensi dan sarananya adalah suatu kewajiban , sebagaimana yang difirmankan Allah SWT:

ادْعُ إِلَى سَبِيلِ رَبِّكَ بِالْحِكْمَةِ وَالْمَوْعِظَةِ الْحَسَنَةِ وَجَادِلْهُمْ بِالَّتِي هِيَ أَحْسَنُ

“Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik”. (An-Nahl:125)

Sesuai dengan kemampuannya, setiap individu muslim berkewajiban menunaikan dakwah ini; baik pria ataupun wanita, tidak ada alasan untuk menggugurkan perintah ini walaupun memiliki udzur (alasan). Allah SWT berfirman:

لَيْسَ عَلَى الضُّعَفَاءِ وَلا عَلَى الْمَرْضَى وَلا عَلَى الَّذِينَ لا يَجِدُونَ مَا يُنْفِقُونَ حَرَجٌ إِذَا نَصَحُوا لِلَّهِ وَرَسُولِهِ مَا عَلَى الْمُحْسِنِينَ مِنْ سَبِيلٍ وَاللَّهُ غَفُورٌ رَحِيمٌ

“Tiada dosa (lantaran tidak pergi berjihad) atas orang-orang yang lemah, orang-orang yang sakit dan atas orang-orang yang tidak memperoleh apa yang akan mereka nafkahkan, apabila mereka Berlaku ikhlas kepada Allah dan Rasul-Nya. tidak ada jalan sedikitpun untuk menyalahkan orang-orang yang berbuat baik. dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”. (At-Taubah: 91)

Karena tugas ini merupakan kepanjangan tangan dari tugas yang dalam syariat Islam sejak kita menyerahkan diri untuk Allah SWT, Tuhan semesta alam.

قُلْ هَذِهِ سَبِيلِي أَدْعُو إِلَى اللَّهِ عَلَى بَصِيرَةٍ أَنَا وَمَنِ اتَّبَعَنِي وَسُبْحَانَ اللَّهِ وَمَا أَنَا مِنَ الْمُشْرِكِينَ

“Katakanlah: “Inilah jalan (agama) ku, aku dan orang-orang yang mengikutiku mengajak (kamu) kepada Allah dengan hujjah yang nyata, Maha suci Allah, dan aku tiada Termasuk orang-orang yang musyrik”. (Yusuf:108)

Bahkan jinpun memahami akan tugas ini, sejak dibacakan ayat Al-Qur’an, dan mereka langsung menunaikan tugas ini..

فَلَمَّا حَضَرُوهُ قَالُوا أَنْصِتُوا فَلَمَّا قُضِيَ وَلَّوْا إِلَى قَوْمِهِمْ مُنْذِرِينَ

“Maka tatkala mereka menghadiri pembacaan (nya) lalu mereka berkata: “Diamlah kamu (untuk mendengarkannya)”. ketika pembacaan telah selesai mereka kembali kepada kaumnya (untuk) memberi peringatan”. (Al-Ahqaf:29)

Dan Nabi tercinta saw telah menunaikan tugas ilahi ini dalam segala situasi dan kondisinya, memanfaatkan semua kemungkinan yang tersedia, dan bahkan pada saat beliau di Mekah Al-Mukarramah, saat bersama dengan umat Islam menghadapi kezhaliman dan penindasan sehingga beliau bersabda:

من يؤويني حتى أبلغ دعوة ربي؟

“Siapa yang mau membela dan melindungiku sehingga aku mampu menyapaikan dakwah Tuhanku?”

Dan belaiu masuk di bawah perlindungan Al-Muth’im bin Adi, padahal dia adalah seorang musyrik, namun dengan memanfaatkan salah satu nilai-nilai positif masyarakat jahili yaitu menghormati tetangga, beliau juga melakukan aliansi dengan semua kekuatan yang ada dalam masyarakat saat itu, meskipun terdapat perbedaan-perbedaan dalam meraih tujuan mulia, yaitu menghilangkan kezhalimnan dari semua yang tertindas, siapa pun dia, sehingga beliau masuk dalam aliansi berkomitmen kepada semua pihak dalam berbagai kebajikan “hilful fudhul” (aliansi kebajikan) di rumah Abdullah bin Jad’an”.

Nabi saw juga memanfaatkan persatuan Arab dari berbagai kabilah di baitullah Al-Haram, begitupula persatuan di pasar-pasar, baik pasar loak, atau pasar sastra dan puisi, hal ini telah dipraktekkan oleh Nabi Nuh as seperti yang disebutkan dalam Al-Quran Al-Karim; beliau menggunakan segala cara dan sarana dakwah dalam berbagai kondisinya meskipun harus menghadapi berbagai tekanan .. Allah SWT berfirman:

قَالَ رَبِّ إِنِّي دَعَوْتُ قَوْمِي لَيْلا وَنَهَارًا

“Nuh berkata: “Ya Tuhanku Sesungguhnya aku telah menyeru kaumku malam dan siang”. (Nuh:5)

ثُمَّ إِنِّي دَعَوْتُهُمْ جِهَارًا . ثُمَّ إِنِّي أَعْلَنْتُ لَهُمْ وَأَسْرَرْتُ لَهُمْ إِسْرَارًا .

“Kemudian Sesungguhnya aku telah menyeru mereka (kepada iman) dengan cara terang-terangan. Kemudian Sesungguhnya aku (menyeru) mereka (lagi) dengan terang-terangan dan dengan diam-diam”. (Nuh:8-9)

Dan para generasi Islam juga telah menunaikan tugas Allah ini dengan baik; mengemban amanah risalah dan menyampaikannya dari satu generasi ke generasi lainnya, sebagaimana yang telah disampaikan kabar gembiranya oleh Rasulullah saw:

يحمل هذا العلم من كل خلف عدوله ينفون عنه تحريف الغالين، وانتحال المبطلين وتأويل الجاهلين

“Hendaknya yang membawa ilmu ini orang yang berada dibelakang memiliki sifat adil sehingga mampu menghilangkan berbagai penyimpangan yang dilakukan oleh orang yang melampaui batas, rekayasa para pelaku kebatilan dan ta’wil para jahili”.

Sebagaimana beliau juga memberikan kabar gembira kepada kita bahwa contoh teladan ini akan tetap ada pada generasi yang senantiasa membawa dan mengemban amanah dan risalah ini hingga hari kiamat sekalipun harus menghadapi berbagai rintangan dan tekanan, sekalipun harus menghadapi syaitan-syaitan dari bangsa jin dan manusia dengan berbagai rintangan dan kendala yang dibawanya

لا تزال طائفة من أمتي ظاهرين على الحق لا يضرهم من خالفهم ولا من خذلهم حتى يأتي أمر الله وهم كذلك

“Umatku akan senantiasa tampil pada kebenaran, tidak takut akan ancaman dari orang-orang yang menentangnya dan celaan mereka hingga datang keputusan Allah dan mereka tetap dalam kondisi demikian”.

Dua kalimat yang disebutkan dalam hadits nabi saw merupakan ungkapan singkat namun padat bukan dua kata yang bersinonim sama, namun setiap kata dari dua kata tersebut memiliki makna yang kita butuhkan dalam menempuh jalan dakwah ini, merupakan ringkasan dari berbagai problema yang senantiasa dihadapi dalam amal jama’i ini.

Kata pertama adalah orang-orang yang menyimpang, maknanya adalah tidak akan berjalan mulus bersama mereka para penyimpang sejak awal dakwah yang mereka tempuh.

Kata kedua adalah orang-orang yang mencela mereka, maknanya adalah kata dalam bentuk lain yaitu bahwa satu kelompok orang yang berada ditengah bagian dari dakwah, namun akhirnya lepas dari melanjutkan amal dakwah bersama mereka baik dalam kondisi menghadapi ujian yang sangat keras atau kondisi fitnah kesenangan.

Inilah yang terjadi dan dialami oleh jamaah yang penuh berkah ini, akan panjangnya perjalanan dakwah dan usianya yang panjang dan luas secara geografis dan historis, persis seperti yang disampaikan oleh nabi saw.

Hasan Al-Banna rahimahullah telah mereguk sumber yang jernih ini, dan mengarahkan dan menuntun para pengikutnya, beliau adalah mursyid pertama jamaah ini yang mengikuti sunnah nabi saw dalam mengerahkan potensi yang dimiliki, disertai dengan keikhlasan dan pengorbanan serta ikatan yang kuat pada setiap individu jamaah sehingga mereka seperti bangunan yang kokoh dan kuat, mampu memberikan kemuliaan kepada mereka yang berusaha melindunginya.

Namun Allah SWT tidak membebani kita dengan hasil; karena hasil seringkali tidak datang hasil dengan keinginan kita setelah melakukan segala upaya lalu mengakibatkan putus asa dalam jiwa, tapi datang hiburan dari teladan kita Rasulullah saw ketika menghadapi berbagai tekanan dan bahkan serangan yang puncaknya adalah ketika di Taif , meskipun dia pergi ke Taif untuk menunaikan dakwah kepada Allah dan mengharap ridha-Nya dan dan tidak mendapat respon sedikitpun dari mereka, namun beliau tetap berharap dari mereka yang mendapat petunjuk

اللهم اهدِ قومي فإنهم لا يعلمون

“Ya Allah, berikanlah kepada mereka hidayah karena mereka tidak mengtahui”

وَيَا قَوْمِ مَا لِي أَدْعُوكُمْ إِلَى النَّجَاةِ وَتَدْعُونَنِي إِلَى النَّارِ

“Hai kaumku, Bagaimanakah kamu, aku menyeru kamu kepada keselamatan, tetapi kamu menyeru aku ke neraka?” (Ghafir:41)

فَإِنْ تَوَلَّيْتُمْ فَمَا سَأَلْتُكُمْ مِنْ أَجْرٍ إِنْ أَجْرِيَ إِلا عَلَى اللَّهِ وَأُمِرْتُ أَنْ أَكُونَ مِنَ الْمُسْلِمِينَ

“Jika kamu berpaling (dari peringatanku), aku tidak meminta upah sedikitpun dari padamu. Upahku tidak lain hanyalah dari Allah belaka, dan aku disuruh supaya aku Termasuk golongan orang-orang yang berserah diri (kepada-Nya)”. (Yunus:72)

قَدْ نَعْلَمُ إِنَّهُ لَيَحْزُنُكَ الَّذِي يَقُولُونَ فَإِنَّهُمْ لا يُكَذِّبُونَكَ وَلَكِنَّ الظَّالِمِينَ بِآيَاتِ اللَّهِ يَجْحَدُونَ

“Sesungguhnya Kami mengetahui bahwasanya apa yang mereka katakan itu menyedihkan hatimu, (janganlah kamu bersedih hati), karena mereka sebenarnya bukan mendustakan kamu, akan tetapi orang-orang yang zalim itu mengingkari ayat-ayat Allah”. (Al-An’am:33)

إِنْ عَلَيْكَ إِلا الْبَلاغُ

“Kewajibanmu tidak lain hanyalah menyampaikan (risalah)”. (As-Syura:48)

Dan kita bersaksi bahwa nabi saw telah menyampaikan risalah dan meunaikan amanah dengan sebaik-baiknya atas apa yang ditugaskan kepadanya, dan kami memohon kepada Allah SWT untuk memberinya ganjaran terbaik kepada kami sebagaimana yang diberikan kepada nabi kepada umatnya, Nabi telah menceritakan kepada kita bahwa setiap nabi dari para utusan Allah saw akan dibangkitkan pada hari kiamat, walau tidak ada seorangpun yang merespon, seperti Nuh AS sebagai nabi yang usianya paling panjang dan salah satu dari ulul azmi, tinggal bersama kaumnya selama 950 tahun namun tidak ada yang merespon dakwah beliau kecuali hanya sedikit saja.

Allah SWT memisahkan antara sebab dan akibat seperti dalam firman Allah:

فَامْشُوا فِي مَنَاكِبِهَا وَكُلُوا مِنْ رِزْقِهِ

“Maka berjalanlah di segala penjurunya dan makanlah sebahagian dari rezki-Nya”. (Al-Mulk:15)

Rasulullah saw dan sahabatnya membuat parit pada saat perang ahzab dan tidak menyadari adanya peperangan yang terjadi disekitarnya, namun datang hasilnya kepada beliau berupa kemenangan dari Allah dalam bentuk angin yang keras lagi dingin, hal tersebut tidak masuk dalam perkiraan mereka. Nabi saw juga membuat strategi yang begitu detail dan bagus pada saat akan melakukan hijrah ke Madinah, namun pada saat orang-orang kafir sampai ke Gua Tsur tempat nabi dan sahabatnya bersembunyi Allah memberikan pertolongan di luar konsep dan strategi yang dibuat oleh nabi saw dengan memalingkan pandangan mata orang-orang kafir.

Dan saudara-saudara kita para mujahidin di Palestina dan lainnya yang sedang menghadapi berbagai kesulitan dan cobaan untuk menghadirkan pertolongan Allah dan kemenangan dari arah yang tidak mereka duga setelah menyempurnakan dan menunaikan sebab-sebabnya, contohnya sangatlah banyak, namun secara singkat yang kita berharap kepada Allah dapat memberikan manfaat dalam agama dan dunia kita dalam topik seperti ini, yaitu:

1 – Ketulusan dari niat untuk Allah semata, karena dengannya kita mendapat ganjaran, taufik dan pertolongan serta kemenangan.

2 – Ketika tercapai apa yang kita inginkan, maka kita memuji Allah SWT atas karunia dan taufik yang telah diberikan kepada kita.

3 – Jika tidak tercapai apa yang kita harapkan, kita harus yakin bahwa ganjaran telah ditetapkan untuk kita, dan memohon semoga Allah SWT mentaqdirkan kita kebaikan; dimanapun dan bagaimanapun, kemudian Allah meridhai kita.

4 – Senantiasa melakukan tugas dalam hal apapun setelah memastikan keamanan mengambil sebab-sebabnya, dan mengerahkan seluruh potensi yang menegaskan bahwa segala perbuatan hanya karena Allah, karena selama amal untuk Allah maka akan kekal dan sampai kepada-Nya.

5 – Kita masih ingat sikap Hajar yang melakukan berbagai sebab dengan lari tujuah kali, yang mana pada setiap larian tidak mendapatkan hasil yang diinginkan, namun beliau tidak putus asa dan terus berlari sehigga terwujud seperti yang diinginkan oleh Allah untuknya dari berbagai kebaikan dan anugerah.

6 – Kita masih ingat wasiat Rasulullah saw untuk kita bahwa beliau bersabda

إذا قامت القيامة وفى يد أحدكم فسيلة فليغرسها

“Jika terjadi kiamat dan di tangan salah seorang dari kamu ada benih yang bisa ditanam maka tanamlah,”

Ini adalah akhir dari dunia dan bahkan benih berarti penanaman pohon kurma yang tidak berbuah kecuali setelah bertahun-tahun lamanya, dan tidak ada hasil yang diharapkan kecuali kelanjutan dari berbuat positif dan menunaikan tugas dan menggapai ganjaran yang telah dijanjikan.

Wahai umat Islam dimana saja kalian berada…

Wahai para generasi dakwah dari ikhwan dan akhwat…

Allah telah menganugerahkan kepada kita semua untuk senantiasa ikhlas, senantiasa beramal, senantiasa berharap dan senantiasa memohon pengkabulan, karena itu teruslah kalian bergerak dan beramal di jalan dakwah, semoga Allah memberkahi kalian… semoga Allah memberikan taufik kepada kalian dan tidak menyia-nyiakan amal ibadah kalian, dan semoga Allah SWT memberikan ganjaran yang terbaik dari apa yang telah kalian lakukan…

Allah Akbar dan segala puji hanya milik Allah

Wassalamu’alaikum warahmatullah wabarakatuh